PBB Minta Rakyat Myanmar Simpan Bukti Kejahatan Junta MIliter

Rabu, 17 Maret 2021

JAKARTA (ANC) - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta publik Myanmar mengumpulkan dan menyimpan bukti dokumenter kejahatan junta militer sejak kudeta 1 Februari.

Pengumuman itu disampaikan kepala tim penyidik PBB, Nicholas Koumjian dalam sebuah pernyataan, Rabu (17/3).

Tim penyelidik PBB mengumpulkan bukti penggunaan kekuatan mematikan, penangkapan ilegal, penyiksaan, dan penahanan orang-orang yang keluarganya tidak diberitahu keberadaan mereka, sebuah praktik ilegal yang dikenal sebagai penghilangan paksa.

"Untuk membuktikan tanggung jawab, kami membutuhkan bukti laporan yang diterima, perintah yang diberikan dan bagaimana kebijakan ditetapkan," kata Nicholas.

Dia meminta orang-orang yang memiliki informasi untuk menghubungi penyelidik melalui alat komunikasi yang aman seperti aplikasi Signal atau akun ProtonMail.

"Orang-orang yang paling bertanggung jawab atas kejahatan internasional paling serius biasanya mereka yang memegang posisi kepemimpinan tinggi," kata Nicholas seperti dikutip Reuters.

"Mereka bukanlah orang yang secara fisik melakukan kejahatan dan bahkan seringkali tidak hadir di lokasi di mana kejahatan tersebut dilakukan," ujarnya.

Nicholas telah bekerja di pengadilan untuk menuntut tokoh-tokoh besar termasuk mantan Presiden Liberia Charles Taylor dan mantan Presiden Kamboja Khieu Samphan, serta kepala sayap militer partai komunis Khmer Merah Nuon Chea.

Mekanisme Investigasi Independen yang berbasis di Jenewa untuk Myanmar dibentuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada September 2018 untuk mengkonsolidasikan bukti kejahatan paling serius dan pelanggaran hukum internasional yang dilakukan di Myanmar sejak 2011.

Kemarin, Selasa (16/3) kantor hak asasi manusia PBB mengutuk penggunaan peluru tajam terhadap para pengunjuk rasa Myanmar. "Kami menyerukan kepada militer untuk berhenti membunuh dan menahan pengunjuk rasa."

Menurut catatan kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), lebih dari 180 pengunjuk rasa telah tewas oleh pasukan keamanan yang berusaha menghancurkan gelombang demonstrasi sejak junta militer merebut kekuasaan.