JAKARTA (ANC) - Hijrah secara bahasa berasal dari bahasa Arab, haajaro - yuhaajiru - muhajarotan wa hijrotan. Dimana kata ini berasal dari akar kata hajaro -yahjuru - hajron yang bermakna meninggalkan (at-tarku_, berpaling (al-i'rodh), memutus (al-qoth'u) dan menahan (al-man'u).
Dikutip dalam buku "Hijrah Dalam Perspektif Fiqih Islam" oleh Isnan Ansory, Lc., MA makna hijrah yang berasal dari kata haajaro, bermakna mufaroqoh atau meninggalkan suatu tempat menuju tempat yang lain. Dan orang yang melakukan hijrah disebut muhaajir.
Secara bahasa, makna hijrah tidaklah berkonotasi secara khusus untuk hal yang bersifat positif ataupun negatif. Akan tetapi istilah hijrah secara bahasa dapat berpotensi untuk kedua-duanya. Dimana seseorang yang berpindah meninggalkan suatu tempat yang baik menuju tempat yang buruk, juga bisa disebut hijrah, demikian pula sebaliknya.
Pengertian hijrah secara terminologis ialah bermakna meninggalkan sesuatu atas dasar untuk melakukan taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah.
Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Fayumi menulis dalam kamusnya, al-Mishbah al-Munir fi Ghorib asy-Syarh al-Kabir.
"Hijrah dengan mengkasrohkan huruf ha' adalah meninggalkan suatu negeri menuju negeri lain. Dimana jika hal itu dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, maka hijrah ini disebut dengan hijrah syar'iyyah.
Hijrah juga sering diambil dari beberapa hadits terkenal. Hijrah ditangkap oleh beberapa ulama fiqih sebagai pesan penting Rasulullah SAW terkait niat seseorang dalam berbuat baik. Hal ini juga tidak berbeda dari pandangan kalangan sufi yang mengatakan bahwa hijrah sebagai tekad teguh untuk Allah dan rasul-Nya.
Syekh Ibnu Athaillah dalam Kitab Al Hikam mengingatkan pesan Rasulullah terkait hijrah.
"Perhatikanlah sabda Rasulullah SAW, 'Siapa saja yang berhijrah kepada Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi siapa yang berhijrah kepada dunia yang akan ditemuinya, atau kepada perempuan yang akan dikawininya, maka hijrahnya kepada sasaran hijrahnya.' Pahamilah sabda Rasulullah SAW ini. Renungkan perihal ini bila kamu termasuk orang yang memiliki daya paham." tulis Syekh Ibnu Athaillah.