Ilustrasi
AURANUSANTARA - HUBUNGAN KERJA
Pasal 50 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.
Perjanjian kerja mempunyai 3 (tiga) unsur, yaitu adanya pekerjaan, perintah dan upah.
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
Setelah perjanjian kerja ditandatanani oleh pekerja/buruh dengan pengusahaa dan dilaksanakan perintah pengusaha oleh pekerja/buruh, maka lahirlah hak-hak pekerja/buruh, yaitu hak atas :
Upah, pelaksanaan waktu kerja/jam kerja, upah kerja lembur, waktu istirahat dan cuti, jaminan keselamatan, jaminan sosial, untuk berunding bersama, membentuk atau memasuki serikat pekerja/serikat buruh.
Perjanjian kerja PKWTT dan PKWT, merupakan dasar lahirnya hak-hak dasar pekerja/buruh terhadap Upah, pelaksanaan waktu kerja/jam kerja, upah kerja lembur, waktu istirahat dan cuti, jaminan keselamatan, jaminan sosial, untuk berunding bersama, membentuk atau memasuki serikat pekerja/serikat buruh, secara materiil sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Penegakan hukumnya diatur pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan, oleh Pengawas Ketenagakerjaan.
HUBUNGAN INDUSTRIAL
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 1 ayat (16), Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal ini menjelaskan yang dimaksud dengan hubungan ketiga unsur yang terbentuk antara para pelaku dalam peroses produksi badarang dan/atau jasa yang disebut hubungan industrial.
Atau dengan kata lain Pasal tersebut menjelaskan kesetaraan kedudukan dan fungsi Pengusaha, Pekerja/Buruh, dan Pemerintah dalam hubungan industrial yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Untuk mewadahi ketiga unsur dimaksud berdasarkan Pasal 107 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dibentuklah Lembaga Kerjasama Tripartit yang keanggotaannya terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh.
Yang tugasnya memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan.
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 1 ayat (22), Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Pasal ini menjelaskan yang dimaksud dengan perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh.
Perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan yang dimaksud adalah karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Kalau kita perhatikan ketentuan :
Pasal 111 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga kerjaan :
Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat :
a. hak dan kewajiban pengusaha;
b. hak dan kewajiban pekerja/buruh;
c. syarat kerja;
Penjelasannya: Yang dimaksud dengan syarat kerja adalah hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 116 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan :
Perjanjian kerja bersama dibuat oleh serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.
Penyusunan perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan secara musyawarah.
Penjelasannya: Pembuatan perjanjian kerja bersama harus dilandasi dengan itikad baik, yang berarti harus ada kejujuran dan keterbukaan para pihak serta kesukarelaan/kesadaran yang artinya tanpa ada tekanan dari satu pihak terhadap pihak lain.
Memperhatian ketentuan Pasal Pasal 1 ayat (22), Pasal 111 ayat (1) huruf c dan penjelasannya, 116 ayat (1) dan ayat (2) dan penjelasannya dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatas perselisihan hubungan industrial adalah :
Perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh, yang terjadi dalam perselisihan :
a. Mengenai hak;
b. Kepentingan;
c. Pemutusan hubungan kerja; dan
d. Antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Dalam penyusunan syarat-syarat kerja yang akan disepakati dan dituangkan dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
Tata cara penyelesaian perselisihan tersebut diatur pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
KESIMPULAN
Dari uraian diatas di bidang perburuhan/ketenagakerjaan, secara teknis dapat dipilah mengenai :
1. Hubungan kerja.
2. Pelanggaran hak-hak dasar pekerja/buruh.
3. Hubungan industrial; dan
4. Perselisihan hubungan industrial.
PERMASALAHAN PERBURUHAN/KETENAGAKERJAAN
Permasalahan terbanyak yang terjadi selama ini adalah pelanggaran hak-hak dasar pekerja/buruh, mengenai pelanggaran pembuatan PKWT, outsourcing, upah minimum, kerja lembur dan upah kerja lembur, waktu istirahat dan cuti, jaminan keselamatan, jaminan sosial, kebebasan berserikat bagi pekerja/buruh.
2. Yang penanganannya seharusnya dilakukan melalui penegakan hukum sebagaimana diatur pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan, oleh Pengawas Ketenagakerjaan.
3. Kalau kita ambil contoh Kepolisian dalam menjaga ketertiban umum dan kenyamanan masyarakat, dalam menangani tindak pidana umum yang diatur pada KUHP.
4. Demikian halnya dengan Kementerian Ketenagakerjaan yang tugas pokoknya adalah melakukan pengawasan dan penindakan pelanggaran peraturan perundangan ketenagakerjaan, yang memiliki Pengawas Ketenagakerjaan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil, sebagai mana Kepolisian memiliki Penyelidik dan Penyidik.
BERLARUT-LARUTNYA MASALAH
PERBURUHAN/KETENAGAKERJAAN
Salah satu penyebab berlarut-larutnya masalah perburuhan/ketenaga kerjaan selama ini, kemungkinan penyebabnya, antara lain :
Belum terdapatnya pemahaman yang sama secara teknis di Kementerian Ketenagakerjaan apalagi oleh masyarakat umum, mengenai hubungan kerja, pelanggaran hak-hak dasar pekerja/buruh, hubungan industrial dan perselisihan hubungan industrial.
2. Pelanggaran hak-hak dasar pekerja/buruh dijadikan isu perselisihan hubungan industrial.
3. Penyelesaian pelanggaran hak-hak dasar pekerja/buruh, dilakukan dengan merubah regulasi yang ada, yang tidak dapat diterima oleh pekerja/buruh sehingga menimbulkan gejolak yang lebih besar.
4. Kementerian Ketenagakerjaan dan jajarannya, tidak fokus melakukan penegakan hukum ketenagakerjaan, sebagaimana Kepolisian melakukan penegekan hukum sehingga tercipta rasa aman dan nyaman dalam masyarakat.
Semoga kajian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam penyelesaian masalah perburuhan/ketenagakerjaan