Kenaikan Upah 2022 Sangat Tidak Layak

Sabtu, 20 November 2021

ilustrasi

Pakar ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada sebut kenaikan upah 2022 sangat tidak layak dan dianggap terlalu rendah

JAKARTA (ANC) - Kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2022 sebesar 1,09 persen dinilai sangat tidak layak dan dianggap terlampau rendah.

Pakar ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjuddin Noer Effendi mengatakan upah minimum seharusnya seharusnya menjadi pengaman sosial agar pekerja tidak jatuh miskin sehingga pemerintah harus juga menetapkan garis kemiskinan dalam penetapannya.

Selanjutnya, masukkan pula inflasi dan pertumbuhan ekonomi, serta rata-rata konsumsi, rata-rata anggota rumah tangga, dan anggota rumah tangga yang bekerja.

Dia menegaskan kenaikan yang sangat rendah itu secara akal sehat pun tidak masuk akal. Apalagi kalau merujuk kepada Undang-undang Cipta Kerja yang menyebut daya beli dan kondisi pekerja harus menjadi dasar penentuan upah.

“Menurut saya, ini jangan-jangan terendah sepanjang sejarah, kenaikan upah minimum buruh. Kalau kita buka kok rasanya belum pernah sekitar 1 persen. Kalau upah minimum di Jogja Rp1,4 juta, naiknya cuma Rp14.000 ya. Kalau di Jakarta Rp4,5 juta, berarti kenaikan Rp45.000 Menurut hemat saya itu sangat tidak layak,” ujarnya, (17/11/2021)

Tadjuddin menyarankan agar buruh tidak melakukan mogok kerja karena hanya akan merugikan bagi semua pihak. Tadjuddin mengatakan sebaiknya pemerintah menengahi kepentingan semua pihak dan membuka semua data secara terang benderang dengan kepala dingin. Dengan demikian, persoalan upah minimum tak terus menjadi perkara tahunan di Indonesia.

“Katanya UU Cipta Kerja mau undang investor tapi ini malah jadi kabur. Kalau saling terbuka kan orang tahu, jadi investor masuk nyaman,” tambahnya.